Memahami Konsep Belajar
|
Pada hakikatnya belajar merupakan
proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri seseorang. Seseorang
menjadi dewasa karena dia telah melewati sebuah proses yang direncanakan
maupun tidak direncanakan, ia belajar sesuatu dari berbagai aspek kehidupan
baik itu formal maupun nonformal. Dengan belajar seseorang diharapkan menjadi
manusia yang sesungguhnya, atau didalam konsep pendidikan Islam dinamakan manusia
yang berkepribadian kaffah/insan kamil atau manusia paripurna. Salah
satu indikator manusia kaffah selain memiliki kecerdasan adalah
memiliki perilaku yang baik (akhlakul karimah), mungkin inilah yang
dirasa cukup berat oleh para pendidik karena pada kenyataannya proses belajar
belum mampu sepenuhnya mencapai hal tersebut. Berkaca pada pengalaman penulis
ketika mengajar di perguruan tinggi, terkadang hakikat belajar itu sering
terabaikan karena proses belajar yang sesungguhnya tidak terjadi, cara pandang
tentang belajar terkadang salah kaprah, banyak mahasiswa yang menganggap
belajar di perguruan tinggi lebih “enak” ketimbang belajar di SMU, perhatikan
saja belajar di SMU sangat dituntut untuk mendapatkan nilai tinggi yang sudah
ditentukan oleh sistem (ujian nasional), secara otomatis siswa tidak akan
lulus jika tidak mencapai nilai yang ditetapkan, maka banyak para siswa yang
setelah lulus SMU seperti ‘memecahkan bisul yang sudah masak’ akhirnya
penderitaan berakhir!, padahal proses belajar berikutnya akan mereka hadapi
dan tentunya lebih berat dan menantang.
Belajar di perguruan tinggi sangat
menjungjung kemandirian, mahasiswa dituntut aktif membaca, mencari dan
menganalisis sebuah masalah secara komprehensif. Soewarjono (2004) dalam
artikelnya mengenai “perilaku belajar diperguruan tinggi” mengatakan bahwa
“kemandirian belajar harus dimulai sejak pertama kali mahasiswa memasuki
perguruan tinggi”. Seseorang yang terbiasa dicekoki materi ketika belajar di
sekolah menengah harus menghadapi situasi belajar yang berbeda ketika
memasuki perguruan tinggi yaitu belajar mandiri, alhasil banyak mahasiswa
yang keteteran menghadapi situasi ini; di kelas hanya beberapa persen saja
yang pro aktif ‘mempergunakan’ dosennya ketika diskusi, banyak mahasiswa yang
datang ke kelas hanya duduk, mendengarkan dan mencatat apa yang dikatakan
dosen lalu keluar kelas. Hal tersebut merupakan indikator ketidaksiapan
mereka memasuki perguruan tinggi, lalu pertanyaannya kenapa mereka seperti
itu? apa penyebabnya? dan bagaimana jalan keluarnya?.
Proses pembelajaran yang terjadi
pada umumnya adalah seseorang lebih banyak dituntut untuk mendengarkan dari
pada aktif atau kreatif, mereka hanya dijadikan obyek dalam belajar hal ini
terjadi dari jenjang pendidikan tingkat dasar sampai menengah atas, hampir 12
tahun mereka belajar seperti itu! maka tidak heran ketika memasuki perguruan
tinggi mereka tidak siap dengan metode belajar mandiri. Pada dasarnya proses
pendidikan itu berkesinambungan artinya proses pendidikan sebelumnya akan
memengaruhi proses pendidikan selanjutnya, oleh karenanya konsep “student
centre” atau murid merupakan subyek dalam pembelajaran harus benar-benar
diterapkan oleh para pendidik disemua jenjang pendidikan karena hal tersebut
akan berpengaruh terhadap cara mereka belajar dijenjang berikutnya.
Ketidaksiapan seseorang dalam memasuki perguruan tinggi juga dikarenakan
faktor ‘mindset’ atau cara pandang seseorang dalam memaknai belajar.
Sedikitnya ada beberapa potensi yang harus dikembangkan dalam proses belajar
diantaranya aspek kognitif, menurut Bloom (Djahiri, 1996) aspek tersebut
mencakup “hapalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi”.
Dalam hal ini mahasiswa dituntut untuk dapat mengingat, memahami,
menganalisis dan menyimpulkan serta menerapkan sebuah teori dalam
permasalahan yang sesungguhnya, dengan itu mereka diharapkan menjadi seorang
pembelajar aktif, kritis serta reaktif terhadap permasalahan yang ada.
Sementara secara afektif yang meliputi “emosi, feeling-minding, cita
rasa, kemauan, kecintaan, sikap, sistem nilai serta sistem keyakinan
(Djahiri, 2007)”. Itu berarti mahasiswa diharapkan memiliki motivasi atau
minat yang tinggi terhadap proses belajar sehingga mereka dapat menghargai
proses belajar serta dapat mengintegrasikan nilai-nilai yang dianutnya dalam
kehidupan sehari-hari. Berikutnya aspek psikomotorik dimana mahasiswa dapat
mempraktikkan kompetensi atau keahliannya dalam dunia kerja, wirausaha dan
kehidupan bermasyarakat. Proses belajar seperti ini harus didukung oleh
seluruh stakeholder kampus khususnya dosen yang bertindak sebagai
pembimbing, patner, serta motivator bagi seluruh mahasiswanya. Mudah-mudahan
dengan kesiapan mahasiswa dalam memasuki dunia belajar diperguruan tinggi
memiliki korelasi terhadap kesiapan mereka dalam menghadapi situasi jaman
yang lebih kompleks serta terasa lebih berat ini. Amin.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar