BAB
I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan
pembelajaran merupakan salah satu tugas utama guru, dimana pembelajaran dapat
diartikan sebagai kegiatan yang ditujukan untuk membelajarkan siswa. Untuk
dapat membelajarkan siswa, salah satu cara yang dapat ditempuh oleh guru
ialah dengan menerapkan pendekatan CBSA. Pendekatan ini merupakan merupakan
pendekatan pembelajaran yang tersurat dan tersirat dalam kurikulum yang
berlaku.
CBSA (Cara
Belajar Siswa Aktif) menuntut keterlibatan mental siswa terhadap bahan yang
dipelajari. CBSA menuntut keterlibatan mental yang tinggi sehingga terjadi
proses-proses mental yang berhubungan dengan aspek-aspek kognitif, afektif dan
psikomolorik. Melalui proses kognitif pembelajaran akan memiliki penguasaan
konsep dan prinsip. Akan tetapi dengan CBSA para pembelajar dapat melatih diri
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepada mereka. Tidak untuk dikerjakan
di rumah tetapi dikerjakan dikelas secara bersama-sama
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang yang diuraikan di atas, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut :
“Bagaimanakah
CBSA dalam pengajaran matematika ?”
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan
Manfaat dari makalah yang kami sajikan berikut ini yaitu :
·
Bagi siswa
- Diharapkan siswa dapat aktif baik dalam mengajukan pertanyaan maupun dalam mencari bahan-bahan pelajaran yang mendukung apa yang tengah dipelajari
- Bisa bekerjasama dengan membuat kelompok-kelompok belajar
- Bersifat demokratis, berani menyampaikan gagasan, mempertahankan gagasan dan sekaligus berani pula menerima gagasan orang lain
·
Bagi guru
- Harus lebih aktif, khususnya dalam mempersiapkan bahan pelajaran
- Merencanakan proses yang akan dilaksanakan, mempersiapkan evaluasi dan tindak lanjut
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan CBSA
Setiap proses
pembelajaran pasti menampakkan keaktifan orang yang belajar atau siswa.
Pernyataan ini tidak dapat kita bantah atau kita tolak kebenarannya. Adanya
kenyataan ini, menyebabkan sulitnya mendefinisikan pengertian pendekatan CBSA
secara tepat. Kepastian adanya keaktifan siswa dalam setiap proses
pembelajaran, memberikan kepastian kepada kita bahwa pendekatan CBSA bukanlah
suatu hal yang dikotomis. Hal ini berarti, setiap peristiwa pembelajaran yang
diselenggarakan oleh guru dapat dipastikan adanya penerapan pendekatan CBSA dan
tidak mungkin tidak terjadi penerapan pendekatan CBSA dalam peristiwa
pembelajaran.
Keaktifan siswa
dalam peristiwa pembelajaran mengambil beraneka bentuk kegiatan dari kegiatan
fisik yang mudah diamati sampai kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan
fisik yang dapat diamati diantaranya dalam bentuk kegiatan membaca,
mendengarkan, menulis, meragakan dan mengukur. Sedangkan contoh-contoh kegiatan
psikis seperti mengingat kembali isi pelajaran pertemuan sebelumnya,
menggunakan khasanah pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang
dihadapi, menyimpulkan hasil eksperimen, membandingkan satu konsep dengan
konsep yang lain dan kegiatan psikis lainnya. Namun demikian, semua kegiatan
tersebut harus dapat dipulangkan kepada suatu karakteristik, yaitu keterlibatan
intelektual-emosional siswa dalam kegiatan pembelajaran. Keterlibatan tersebut
terjadi pada waktu kegiatan kognitif dalam pencapaian atau perolehan
pengetahuan, pada saat siswa mengadakan latihan-latihan dalam pembentukan
keterampilan dan sewaktu siswa menghayati dan menginternalisasi nilai-nilai
dalam pembentukan sikap dan nilai. Dengan kata lain, keaktifan dalam pendekatan
CBSA menunjuk kepada keaktifan mental, baik intelektual maupun emosional,
meskipun untuk merealisasikan dalam banyak hal dipersyaratkan atau dibutuhkan
keterlibatan langsung dalam berbagai bentuk keaktifan fisik.
Berdasarkan
uraian dalam dua alinea sebelumnya, dapatlah kiranya kita mengambil kesimpulan
mengenai pengertian pendekatan CBSA. Di mana pendekatan CBSA dapat diartikan
sebagai panutan pembelajaran yang mengarah kepada mengoptimalisasian pelibatan
intelektul-emosional siswa dalam proses pembelajaran dengan pelibatan fisik
siswa apabila diperlukan. Pelibatan intelektual-emosional / fisik siswa serta
optimalisasi dalam pembelajaran, diarahkan untuk membelajarkan siswa bagaimana
belajar memperoleh dan memproses perolehan belajarnya tentang pengetahuan,
keterampilan, sikap dan nilai.
B. Dasar-Dasar Pemikiran Pendekatan
CBSA
Usaha penerapan
dan peningkatan CBSA dalam kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan usaha
“proses pembangkitan kembali” atau proses pemantapan konsep CBSA yang
telah ada. Untuk itu perlu dikaji alasan-alasan kebangkitan kembali dan usaha
peningkatan CBSA dasar dan alasan usaha peningkatan CBSA secara rasional adalah
sebagai berikut:
- Rasional atau dasar pemikiran dan alasan usaha peningkatan CBSA dapat ditinjau kembali pada hakikat CBSA dan tujuan pendekatan itu sendiri. Dengan cara demikian pembelajar dapat diketahui potensi, tendensi dan terbentuknya pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimilikinya. Pada dasarnya dapat diketahui bahwa baik pembelajar. materi pelajaran, cara penyajian atau disebut juga pendekatan-pendekatan berkembang. Jadi hampir semua komponen proses belajar mengajar mengalami perubahan. Perubahan ini mengarah ke segi-segi positif yang harus didukung oleh tindakan secara intelektual, oleh kemauan, kebiasaan belajar yang teratur, mempersenang diri pada waktu belajar hendaknya tercipta baik di sekolah maupun di rumah. Bukankah materi pelajaran itu banyak, bervariasi dan ini akan memotivasi pembelajar memiliki kebiasaan belalar. Dalam hubungannya dengan CBSA salah satu kompetensi yang dituntut ialah memiliki kemampuan profesional, mampu memiliki strategi dengan pendekatan yang tepat.
- Implikasi mental-intelektual-emosional yang semaksimal mungkin dalam kegiatan belajar mengajar akan mampu menimbulkan nilai yang berharga dan gairah belajar menjadi makin meningkat. Komunikasi dua arah (seperti halnya pada teori pusaran atau kumparan elektronik) menantang pembelajar berkomunikasi searah yang kurang bisa membantu meningkatkan konsentrasi. Sifat melit yang disebut juga ingin tahu (curionsity) pembelajar dimotivasi oleh aktivitas yang telah dilakukan. Pengalaman belajar akan memberi kesempatan untuk rnelakukan proses belajar berikutnya dan akan menimbulkan kreativitas sesuai dengan isi materi pelajaran.
- Upaya memperbanyak arah komunikasi dan menerapkan banyak metode, media secara bervariasi dapat berdampak positif. Cara seperti itu juga akan memberi peluang memperoleh balikan untuk menilai efektivitas pembelajar itu. Ini dimaksud balikan tidak ditunggu sampai ujian akhir tetapi dapat diperoleh pembelajar dengan segera. Dengan demikian kesalahan-kesalahan dan kekeliruan dapat segera diperbaiki. Jadi, CBSA memberi alasan untuk dilaksanakan penilaian secara efektif, secara terus-menerus melalui tes akhir tatap muka, tes formatif dan tes sumatif.
- Dilihat dari segi pemenuhan meningkatkan mutu pendidikan di LP’TK (Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik) maka strategi dengan pendekatan CBSA layak mendapat prioritas utama. Dengan wawasan pendidikan sebagai proses belajar mengajar menggarisbawahi betapa pentingnya proses belajar mengajar yang tanggung jawabnya diserahkan sepenuhnya kepada pembelajar. Dalam hal ini materi pembelajar harus benar-benar dibuat sesuai dengan kemampuan berpikir mandiri, pembentukan kemauan si pembelajar. Situasi pembelajar mampu menumbuhkan kemampuan dalam memecahkan masalah secara abstrak, dan juga mencari pemecahan secara praktik.
C.
Hakikat Pendekatan CBSA
Siswa pada
hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas,
maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi
itu. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai
dengan taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan
mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu
menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta mengembangkan sikap
nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat
menciptakan siswa belajar aktif.
Hakekat dari CBSA
adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar
mengajar yang memungkinkan terjadinya:
- Proses asimilasi / pengalaman kognitif, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan
- Proses perbuatan / pengalaman langsung, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya keterampilan
- Proses penghayatan dan internalisasi nilai, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap
Walaupun
demikian, hakekat CBSA tidak saja terletak pada tingkat keterlibatan
intelektual-emosional, tetapi terutama juga terletak pada diri siswa yang
memiliki potensi, tendensi atau kemungkinan yang menyebabkan siswa itu selalu
aktif dan dinamis. Oleh sebab itu guru diharapkan mempunyai kemampuan
profesional sehingga ia dapat menganalisis situasi instruksional kemudian mampu
merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan efesien. Dalam menerapkan konsep
CBSA, hakekat CBSA perlu dijabarkan menjadi bagian-bagian kecil yang dapat kita
sebut sebagai prinsip-prinsip CBSA sebagai suatu tingkah laku konkret yang
dapat diamati. Dengan demikian dapat kita lihat tingkah laku siswa yang muncul
dalam suatu kegiatan belajar mengajar
C. Rasionalisasi CBSA dalam
Pembelajaran
Kita telah
memasuki ambang “masyarakat belajar”, yaitu masyarakat yang menghendaki
pendidikan masa seumur hidup (Husen, 1988: 41). Untuk mempersiapkan siswa
menghadapi hal tesebut, kita perlu memikirkan jawaban atas pertanyaan:
cara-cara bagaimana siswa memperoleh dan meresapkan pengetahuan, keterampilan
dan sikap yang menjadi kebutuhannya ? dengan kata lain, guru hendaknya tidak
hanya menyibukkan dirinya dengan kegiatan pemaksimalan penyajian isi pelajaran
saja. Yang lebih penting dari pada itu, guru hendaknya memikirkan cara siswa
belajar.
Untuk menjawab
permasalahan yang terkandung dalam pertanyaan di atas, perlu kiranya mengkaji
konsep belajar terlebih dahulu. Sudah sejak lama manusia mencoba mengkaji
konsep belajar. John Dewey misalnya (1916 dalam Davies, 1987: 31) menekankan
bahwa:
Oleh karena
belajar menyangkut apa yang harus dikerjakan murid-murid untuk dirinya sendiri,
maka inisiatif harus datang dari murid-murid sendiri. Guru adalam pembimbing
dan pengarah, yang mengemudikan perahu, tetapi tenaga untuk menggerakkan perahu
tersenut haruslah berasal dari murid yang belajar.
Walaupun telah
lama kita menyadari bahwa belajar memerlukan keterlibatan secara aktif orang
yang belajar, kenyataan masih menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Dalam
proses pembelajaran masih tampak adanya kecenderungan meminimalkan peran dan
keterlibatan siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa
lebih banyak berperan dan terlibat secara pasif., mereka lebih banyak menunggu
sajian dari guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan,
keterampilan serta sikap yang mereka butuhkan. Apabila kondisi proses
pembelajaran yang memaksimalkan peran dan keterlibatan siswa terjadi pada
pendidikan dasar, temasuk pada sekolah dasar akan mengakibatkan sulit
tercapainya tujuan pendidikan dasar yakni meletakkan dasar yang dapat dipakai
sebagai batu loncatan untuk menggapai pendidikan yang lebih tinggi, disamping
kemampuan dan kemauan untuk belajar terus-menerus sepanjang hayatnya.
Dengan penerapan
CBSA, siswa diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas
belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh, menyadari dan dapat
menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat disekitarnya. Selain itu,
siswa diharapkan lebih terlatih untuk berprakarsa, berfikir secara teratur,
kritis, tanggap dan dapat menyelesaikan masalah sehari-hari, serta lebih
terampil dalam menggali, menjelajah, mencari dan mengembangkan informasi yang
bermakna baginya (Raka Joni, 1992:1). Pencapaian keadaan siswa yang
diharapkan melalui penerapan CBSA ini, akan memungkinkan pembentukan sebagai
“pengabdi abadi pencari kebenaran imu”.
Disisi yang lain,
dengan penerapan CBSA, guru diharapkan bekerja secara profesional, mengajar
secara sistematis, dan berdasarkan prinsip didaktik metodik yang berdaya guna
dan berhasil guna (efisien dan efektif. Artinya guru dapat merekayasa sistem
pembelajaran yang mereka laksanakan secara sistematis, dengan pemikiran mengapa
dan bagaimana menyelenggarakan kegiatan pembelajaran aktif (Raka Joni,
1992:11). Lambat laun penerapan CBSA pada gilirannya akan mencetak
guru-guru yang potensial dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan
alam dan sosial budaya.
D. Prinsip-Prinsip Pendekatan CBSA
Prinsip CBSA
adalah tingkah laku belajar yang berdasarkan pada kegiatan-kegiatan yang
nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses
belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip CBSA
yang nampak pada 4 dimensi sebagai berikut:
a. Dimensi subjek
didik :
- Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang direncanakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkani pendapat.
- Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar mengajar. Hal mi terwujud bila guru bersikap demokratis.
- Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang oleh guru.
- Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
- Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun termasuk guru.
b. Dimensi Guru
- Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
- Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.
- Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
- Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara serta tingkat kemampuan masing-masing.
- Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
c. Dimensi
Program
- Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.
- Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep maupun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
- Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
d. Dimensi
situasi belajar-mengajar
- Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.
- Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajar-mengajar.
E. Rambu-Rambu Penyelenggaraan CBSA
Hakikat CBSA
adalah keterlibatan intelektual-emosional siswa secara optimal dalam proses
pembelajaran; dan setiap proses dapat menemukan kadar CBSA dari suatu proses
pembelajaran, maka perlu mengenal terlebih dahulu rambu-rambu penyelenggara
CBSA . yang dimaksud dengan rambu-rambu CBSA adalah gejala-gejala yang tampak
pada perilaku siswa dan guru baik dalam program maupun dalam proses
pembelajaran.
Rambu-rambu yang dimaksud adalah :
(1) Kuantitas dan
kualitas pengalaman yang membelajarkan
(2) Prakarsa dan
keberanian siswa dalam mewujudkan minat, keinginan, dan dorongan-dorongan yang
ada pada dirinya
(3) Keberanian dan
keinginan siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran
(4) Usaha dan
kreativitas siswa dalam proses pembelajaran
(5) Keingintahuan
yang ada pada diri siswa
(6) Rasa lapang dan
bebas yang ada pada diri siswa
(7) Kuantitas dan
kualitas usaha yang dilakukan guru dalam membina dan mendorong keaktifan siswa
(8) Kualitas guru
sebagai inovator dan fasilitator
F. Penerapan CBSA
Dari uraian
tentang pengertian, rasionalisasi, kadar dan rambu-rambu CBSA, kita dapat
menandai adanya prasyarat tertentu yang harus dimiliki oleh guru untuk
meningkatkan kadar CBSA suatu proses pembelajaran. Peningkatan kadar CBSA dari
suatu proses pembelajaran berarti pula mengarahkan proses pembelajaran yang
berorientasi pada siswa atau dengan kata lain menciptakan pembelajaran
berdasarkan siswa (Student Based Instruction).
Konsekuensi yang
harus diterima dari adanya pembelajaran berdasarkan siswa, ialah :
(1)
Guru merupakan seorang pengelola (manager) dan perancang (designer) dari
pengalaman belajar
(2)
Guru dan siswa menerima pesan kerja sama
(3)
Bahan-bahan pembelajaran dipilih berdasarkan kelayakannya
(4)
Penting untuk melakukan identifikasi dan penuntasan syarat-syarat belajar
(learning requirements)
(5)
Siswa dilibatkan dalam pembelajaran
(6)
Tujuan ditulis secara jelas
(7)
Semua tujuan diukur / dites
Untuk dapat
mengolah dan merancang program pembelajaran dan proses, seorang guru hendaknya
mengenal faktor-faktor penentu kegiatan pembelajaran. Faktor-faktor penentu
tersebut adalah:
(1)
Karakteristik tujuan, yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai yang
ingin dicapai atau ditingkatkan sebagai hasil kegiatan
(2)
Karakteristik mata pelajaran / bidang studi, yang meliputi tujuan, isi
pelajaran, urutan, dan cara mempelajarinya
(3)
Karakteristik siswa, mencakup karakteristik perilaku masukan kognitif dan
afektif, usia, jenis kelamin, dan yang lain
(4)
Karakteristik lingkungan / setting pembalajaran, mencakup kuantitas dan
kualitas prasarana, alokasi jam pertemuan, dan yang lainnya
(5)
Karakteristik guru, meliputi filosofinya tentang pendidikan dan pembelajaran,
kompetensinya dalam teknik pembelajaran, kebiasaannya, pengalaman
pendidikannya, dan yang lainnya
Agar seorang guru
mampu menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang memiliki kadar CBSA tinggi,
maka dalam memilih dan menentukan teknik pembelajaran atau sistem penyampaian
hendaknya benar-benar mempertimbangkan kemanfaatan dari teknik pembelajaran
yang dipilihnya. Teknik pembelajaran yang dapat diartikan sebagai
prosedur rutin atau suatu cara yang telah ditentukan sebelumnya untuk
menyampaikan pesan dengan bahan, alat, latar, dan orang (AECT, 1986:196), pada
akhirnya akan membentuk sistem instruksional. Oleh kareba itu pentingnya teknik
pembelajaran ini, maka pemanfaatan teknik pembelajaran itu hendaknya
bersesuaian dengan karakteristik, karakteristik guru, karakteristik tujuan,
karakteristik mata pelajaran / bidang studi, dan karakteristik bahan alat
pembelajaran.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan
makalah ini kami dapat menarik kesimpulan bahwa dalam pembelajaran ditemukan
adanya dua pelaku, guru berinteraksi dengan siswa, yang keduanya mencapai
tujuan pembelajaran atau sasaran belajar yang serupa. Kadar CBSA dalam
interaksi tersebut berbeda-beda. Pembelajaran ber-CBSA baik berciri (i)
pembelajaran berpusat pada siswa, (ii) guru bertindak sebagai pembimbing
pengalaman belajar, (iii) orientasi tujuan pada perkembangan kemampuan siswa
secara utuh dan seimbang, (iv) pengelolaan pembelajaran menekankan pada
kreativitas siswa, dan (v) optimalisasi kadar CBSA tersebut dapat diprogramkan
dalam desain instruksional (persiapan mengajar) guru. Pembelajaran ber-CBSA
merupakan wujud kegiatan atau unjuk kerja guru. Hampir dapat dikatakan bahwa
guru profesional diduga berkemampuan mengelola pembelajaran berkadar CBSA
tinggi.
B. Saran
Setelah membaca
makalah ini kami mengharapkan agar dalam hal ini materi pembelajar harus
benar-benar dibuat sesuai dengan kemampuan berpikir mandiri, pembentukan
kemauan si pembelajar. Situasi pembelajar mampu menumbuhkan kemampuan dalam
memecahkan masalah secara abstrak, dan juga mencari pemecahan secara praktik.
Disamping itu juga, guru diharapkan dapat merangsang siswa untuk mampu
menampilkan potensinya, betapapun sederhananya serta guru dapat menumbuhkan
keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan taraf perkembangannya,
sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan
keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan
sendiri fakta dan kosep serta mengembangkan sikap dan nilai yang dituntut.
DAFTAR
PUSTAKA
Dimyati,
Mudjiono. 1994. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Depdikbud
www. google. com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar